Senin, 15 Desember 2014

Mitos Ataukah Fakta?



Mitos Ataukah Fakta?
Ada beberapa kesalahpahaman dalam implementasi ilmu pengetahuan di publik yang perlu untuk dikoreksi kebenarannya. Berikut ada kira-kira 10 miskonsepsi tentang sains yang beredar di masyarakat.
1. Water IS blue, not just because of the sky (Air bewarna biru tidak dikarenakan hanya refleksi dari langit)
Banyak yang percaya bahwa danau dan laut berwarna biru "Hanya" karena mereka merefleksikan langit biru. Sebenarnya air tampak biru karena mereka benar-benar biru. Molekul air menyerap cahaya, dan mereka menyerap frekuensi warna merah lebih banyak dibandingkan frekuensi biru, sehingga frekuensi biru tampak dipermukaan. Efek nya kecil, jadi warna biru menjadi terlihat lebih jelas saat mengamati lapisan air yang cukup padat atau dalam. Di air asin atau mata air mineral, warna dari peluruhan mineral dapat terlihat.
Perefleksian warna langit juga memberikan peran untuk warna biru lautan, tetapi hanya saat permukaan air yang sangat tenang dan hanya saat air diamati dengan kesudutan yang kecil sekitar 10 derajat.
2. Electricity does NOT travel at the speed of light (Electrik/listrik tidak bergerak pada kecepatan cahaya)
Banyak buku pelajaran mengklaim bahwa electricity (elektron) berjalan melalui arus kabel pada kecepatan cahaya. Faktanya adalah, energi dari elektriklah yang mengalir secara cepat (yang tetap lebih lambat dari kecepatan cahaya). Elektron, yang mempunyai massa, dapat bergerak pada kecepatan cahaya dengan menggunakan teori relativitas. Kecepatan dari muatan listrik dalam arus elektrik sangat lambat, sekitar beberapa centimeter per jam. Di tempat dimana arus elektrik dapat terlihat, seperti di dalam electrophoresis, pergerakan lambat dari pembawa muatan dapat dilihat langsung.
3. Seasons are NOT the same length (Musim dianggap mempunyai periode waktu yang sama)
Dikarenakan bumi bergerak cepat di orbitnya saat mendekati matahari, musim panas di bagian selatan bumi/musim dingin di bagian utara bumi adalah musim terpendek waktunya, dengan musim panas di utara atau musim dingin di selatan terlama. Tetapi, perbedaannya hanya terasa beberapa hari saja, sementara di Mars dengan orbitnya yang eksentric, perbedaannya terasa besar.

4. You WON'T get a cold just from low temperature (Kau tidak akan mendapatkan Flu hanya karena udara dingin)
Telah menjadi miskonsepsi yang meluas di publik bahwa flu biasa dapat disebabkan oleh cuaca dingin. Realitasnya, flu biasa disebabkan oleh virus dan tidak ada hubungannya dengan temperatur yang rendah/dingin.
5. Saturn is NOT the only planet with rings (Saturnus bukan satu-satunya planet yang mempunyai cincin)
Jupiter, Uranus, dan Neptunus juga mempunyai cincin di sekitarnya, meski cincin yang berada di Saturnus adalah yang paling jelas dan mudah dilihat.
6. Meteors are NOT hot when they land on Earth (Meteor tidak panas ketika mendarat di bumi)
Saat meteor mendarat di bumi, biasanya meteor tersebut tidak panas seperti kebanyakan meteor di film-film Hollywood. Biasanya hanya hangat. Kecepatan meteor cukup untuk melumerkan permukaan terluarnya, tetapi material yang lumer dengan cepat terpisah, dan interior dari meteor tidak mempunyai waktu untuk memanas karena batu merupakan konduktor panas yang buruk.
7. Clouds do NOT form because of the air's temperature (Awan tidak terbentuk karena pengaruh temperatur udara)
Merupakan pengetahuan yang salah bahwa awan terbentuk karena udara dingin "menampung" lebih sedikit uap air dari udara hangat. Udara tidak mempunyai kapasitas untuk menampung uap air. Hanya temperatur dari air sendiri (dan sekitarnya) yang menyebabkan kelembapan, proses kondensasi, dan kemudian pembentukan awan.
8. People DID know earth was not flat before Columbus  (Orang-orang sudah tahu bumi itu tidak datar sebelum Columbus)
Beberapa percaya bahwa Christopher Columbus mempunyai kesusahan dalam menerima dukungan karena orang-orang eropa percaya bahwa bumi itu datar. Faktanya, para pelaut dan navigator pada saat itu tahu bahwa bumi itu bulat, tetapi (pengetahuan benar) tidak setuju dengan estimasi dari Columbus mengenai jarak ke India. Jika Amerika tidak ada, dan Columbus meneruskan perjalannya ke India yang sebenarnya, dia tidak akan dapat bertahan lama untuk mencapainya.

9. The Great Wall of China is NOT particularly visible from space (Tembok Besar China tidak terlihat dari ruang angkasa)
Pada saat di orbit yang rendah, Tembok Besar China dapat dilihat dari luar angkasa tetapi tidak seunik dari yang digembor-gemborkan. Dari orbit bumi yang rendah, banyak objek artifisial dapat terlihat di bumi, tidak hanya Tembok Besar China. Jalan raya, kapal di lautan, bendungan, rel kereta api, kota, persawahan, dan beberapa gedung.
Seperti yang telah diklaim bahwa Tembok Besar China adalah objek buatan manusia yang terlihat di Bulan, Astronot Apollo telah melaporkan bahwa mereka tidak melihat objek buatan manusia apapun dari bulan.
10. There is NO "dark side" of the Moon (Tidak ada sisi gelap (yang selalu gelap) dari bulan)
Bulan dalam orbit sinkronis (synchronous orbit), ini berarti, bulan menmbutuhkan waktu yang tepat sama untuk berotasi satu kali terhadap sumbunya dengan rotasi terhadap bumi. Jadi bulan mempunyai sisi jauh/belakang/gelap/luar, karena selalu memberikan bagian permukaan yang sama ke bumi ketika berotasi. Saat bulan diperkirakan berada di antara Matahari dan Bumi, itu dalah waktu "siang" di bagian sisi jauh/luar/belakang bulan dan waktu malam untuk sisi bagian yang menghadap ke bumi. Saat Bumi di antara matahari dan Bulan, bagian yang jauh mengalami waktu "malam" dan "waktu siang" untuk bagian yang menghadap bumi.
Sumber: vivaforum

Minggu, 07 Desember 2014

Lipida



LIPIDA

Lemak (Lipid) adalah zat organik hidrofobik yang bersifat mudah larut dalam pelarut organik dan tidak larut dalam air.. Lipid bukanlah polimer melainkan makromolekul. Lipida merupakan gabungan dari asam lemak dan gliserol.
Lipid berasal dari kata lipos (bahasa yunani) yang berarti lemak. Lipida ada yang berupa persenyawaan : ester dan hidrokarbon rantai lurus, siklik dan polisiklik.
Jenis lipid lain memiliki struktur terpena yang mengandung berbagai gugus fungsi (C=C, OH, C=O) dan struktur steroid (lipida tetrasiklik).
Contoh lipid dalam kehidupan :
  1. Prostaglandin
  2.  Trigliserida
  3.  Lilin
  4. Gliserofosfolipida
  1. Steroid
  2.  Terpena
  3.  Asam nukleat
  4.  Nukleosida
Lemak dibedakan menjadi LDL, HDL, dan VLDL, yang semuanya merupakan lipoprotein yang berfungsi sebagai sumber energy. Namun LDL bersifat jahat karena mempunyai molekul yang besar sehingga membebani tubuh yang membebani kerja jantung untuk memompa LDL agar bisa beredar dalam tubuh. HDL mempunyai dominan protein, dan hampir tidak ada kolestrol dan TAG. VLDL dominan TAG dan protein. Serta sedikit kolestrol. IDL mempunyai kolestrol yang banyak sedangkan protein semakin melepas. Dan untuk LDL dominan kolestrol, hampir tidak ada protein.

Metabolisme lipid dibagi menjadi 2, degradasi lipid dan biosintesis lipid
1.      Degradasi lipid atau oksidasi lipid
a.       Pencernaan, penyerapan, dan transport lemak
b.      ß-oksidasi asam lemak

2.      Biosintesis lipid dibagi menjadi 4 yaitu :

a.    Biosintesis asam lemak
b.    Biosintesis triasil gliserol
c.    Biosintesis fosfolipid
d.   Biosintesis kolesterol dan steroid

Pencernaan, penyerapan, dan transport lemak
Penggunaan lemak sebagai sumber energi erat hubungannya dengan metabolisme lipoprotein dan kolesterol. Mamal mempunyai 5-25 % lipid dan 90 % lemak dalam bentuk TAG yang disimpan dalam tubuhnya. Sumber lemak didapat dari makanan dan simpanan tubuh pada jaringan adiposity. Lemak diemulsi oleh garam empedu yang kmudian disintesis oleh liver dan disimpan dalam empedu sehingga mudah dicerna dan diserap. Transportasi membentuk kompleks denagan protein membentuk lipoprotein. Lemak dikatakan sebagai cadangan energy ( memiliki energy tinggi  karena memeliki rantai karbon yang panjang ) dikarenakan pada metabolism lemak di hati akan menghasilkan gliserol dan lipid. Kemudian lipid akan disimpan sebagai cadangan energy pada jaringan adipose. Pada hewan lemak disimpan dalam adiposity. Sedangkan pada tumbuhan disimpan di dalam biji yang digunakan untuk perkembangan embrio.

Garam empedu terdiri dari asam empedu yang berasal dari kolesrol yang bersifat amfifatik. Garam empedu pada duodenum berfungsi sebagai pengemulsi ( menyelubungi ). Dengan adanya pengemulsi maka lemak akan terpisah menjadi hidrofobik dan hidrofilik ( misel-misel ). Lipase pancreas akan bekerja pada hidrofobik sehingga akan terbentuk fatty acid ( asam lemak ). Penyerapan oleh sel mukosa usus halus adalah dalam bentuk misel- misel yang terakhir menyerap adalah ileum. Asam lemak yang diserap disintesis kembali menjadi lemak dalam badan golgi dan reticulum endoplasma sel mukosa usus halus.



ß-oksidasi

Asam lemak yang ada di dalam tubuh banyak mengalami oksidasi dalam ß-oksidasi menjadi asetil KoA. Oksidasi asam lemak ini terjadi di mitokondria. ß-oksidasi melalui 3 tahap.
1.      Aktivasi : untuk memasuki mitokondria asam lemak harus diaktivasi lebih dahulu. Dengan cara berikatan dengan koenzim A membentuk fatty acyl KoA setelah itu masuk ke tahap 2
2.      Transport ke dalam mitokondria :
untuk masuk ke mitokondria butuh karier, yang pertama adalah karnitin asiltransferase 1, karnitin ini berada pada membrane luar mitokondria. Asam lemak  harus terlebih dahulu diubah menjadi asilkarnitin dengan berikatan dengan karnitin asiltransferase 1 dan melepaskan ikatannya dengan Ko A. Setelah itu  asilkarnitin akan dibawa masuk menembus membrane mitokondria sampai ke matriks oleh protein karier lagi. Karnitin asiltransferase II yang berada di membrane dalam mitokondria akan mengkonversi asilkarnitin menjadi asilKoA kembali sedangkan karnitin akan dilepas. Karnitin akan dilepas untuk digunakan kembali.
3.      Proses ß-oksidasi di dalam matriks mitokondria
a.       Dehidrogenasi / oksidasi
Pada tahap ini mengubah Fatty acyl CoA menjadi trans enoyl CoA dengan bantuan enzim acyl CoA dehidrogenase. Selain itu pada tahap ini juga menghasilkan 2 energi, berperan pada pembentukan rantai ganda antara atom C2 – C3., juga mempunyai akseptor hidrogen FAD+.
b.      Hidratasi
Pada tahap ini mengkatalis hidrasi trans enoyl CoA menjadi 3L hidroasil CoA dengan bantuan enzim enoyl CoA hidratase. Pada tahap ini terjadi penambahan gugus hidroksi pada rantai C nomor 3. Enzim yang berperan pada tahap ini mempunyai sifat stereospesifik, dan pada tahap ini juga tidak menghasilkan energy.
c.       Dehidrogenasi
Pada tahap dehidrogenasi mengkatalis oksidasi OH pada rantai C nomer 3 / C β menjadi keton. Atau bisa dikatakan mengubah 3L hidroasil CoA menjadi β ketoacyl CoA dengan bantuan enzim hidroacyl CoA dehidrogenase. Akseptor pada tahap ini adalah NAD+ yang dirubah menjadi NADH + H+
d.      Theolisis
Tahap theolisis mengkatalis β ketholisis menjadi asetil CoA dan sisa asam lemak. Asetil CoA dilepas dan sisa asam lemak acyl CoA yang berhubungan dengan thio sistein melalui ikatan thioster. Thio HSCoA menggantikan cystein thiol menghasilkan fatty acyl CoA yang telah berkurang 2 rantai carbon nya.

Degradasi asam lemak tak jenuh membutuhkan 2 enzim tambahan yaitu enzim enoyl CoA isomerasi dan enzim 2,4 dienoyl CoA reduktasi. Pada asam lemak tak jenuh memiliki ikatan rangkap cis yang harus dirubah menjadi trans. Degradasi Fatty Acid dengan jumlah C ganjil pada akhir β oksidasi, acetoacetil CoA dipecah yang akan menghasilkan propionil CoA dan Asetil CoA. Propionil CoA diubah menjadi metilmalonil CoA, dan dirubah menjadi suksinil CoA yang akan dirubah menjadi TCA.
Biosintesis Lemak

1.      Biosintesis asam lemak
Karbohidrat dan asam amino yang dikonsumsi berlebihan akan dikonversi menjadi asam lemak dan disimpan sebagai TG. Proses ini selanjutnya disebut dengan sintesis asam lemak. Paling banyak terjadi di hati, ginjal, jaringan adipose dan kelenjar mamalia. Dalam proses ini, asetil KoA bertindak sebagai substrat langsung atau bahan utamanya, sedangkan palmitat sebagai produk akhirnya. Sintesis asam lemak melibatkan asetil KoA dan NADPH. Sintesis asam lemak terjadi dalam 3 proses yaitu: 1. Produksi asetil KoA dan NADPH, 2. Pembentukan malonil KoA dari asetil KoA, 3. Reaksi kompleks sintesis asam lemak. di dalam sitoplasma glukosamengalami glikolisis menjadi piruvat, kemudian masuk ke mitokondria disamping iuglukosa juga diubah menjadi NADPH dengan enzim PPP. Di mitokondria piruvat diubah menjadi asetil KoA dengan memerlukan NAD, CO2 dan menghasilkan NADH. CO2. Piruvat juga dirubah menjadi oxaloacetat dengan memerlukan ATP CO2 dan menghasilkan ADP, Pi serta dibantu dengan enzim piruvat karboksilase. Asetil KoA bergabung dengan oxaloacetat menjadi sitrat dengan bantuan enzim asam sitrat sintase. Sitrat akan menembus membrane mitokondria dan kembali ke sitoplasma. Setelah di sitoplasma sitrat dipecah menjadi asetil KoA dan oxaloacetat. Oxaloacetat diubah menjadi malat dengan membutuhkan NADH dan menghasilkan NAD+. Disamping itu asetil KoA juga akan diubah menjadi malonil KoA dengan bantuan enzim asetil CoA sintase. Malonil CoA diubah menjadi fatty acid dengan bantuan enzim fatty acid sintase.
2.      Biosintesis TG
Sintesis TG paling sering terjadi di hati dan di sel lemak. TG merupakan ester dari gliserol dan asam lemak. Dihati gliserol 3 fosfat dapat diperoleh dari fosforilasi gliserol dan dari glikolisis. Gliserol yang ada dihati ddifosforilasi oleh enzim gliserol kinase. Gliserol akan diubah menjadi gliserol 3 fosfat dengan bantuan enzim gliserol kinase dan membutuhkan ATP sehingga menghasilkan ADP. Gliserol 3 fosfat diubah menjadi asam lisofosfatidik dengan mengikat fatty asil KoA dan melepas CoA. Disamping itu DHAP diubah menjadi asildihidroxiasetonfosfat dengan mengikat fatty asil KoA dan melepas CoA. Asil dihidroxiasetonfosfat bergabung dengan asam lisoposfatidik menjadi asam fosfatidik dengan membutuhkan NADPH dan melepas NADP+. Asam fosfatidik diubah menjadi diacilgliserol dengan bantuan enzim fosfatase dan melepas fosfat. kemudian diacilgliserol diubah menjadi triasilgliserol dengan mengikat fatty asil KoA dan melepaskan CoA.

Pembentukan badan-badan keton:

Senyawa keton terjadi dari asetil KoA apabila penguraian lemak terdapat dalam keadaan berlebih. Metabolisme glukosa diatur oleh hormon insulin yang dikeluarkan oleh pankreas.  Apabila seseorang kekurangan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat, tetapi tidak dapat digunakan oleh sel karena tidak dapat diubah menjadi glukosa-6-fosfat.  Hal tersebut dialami oleh penderita diabetes. Oleh karena sel tidak dapat menggunakan glukosa, maka energi yang diperlukan diperoleh dari penguraian lemak dan metabolisme protein.  Sebagai akibatnya pembentukan asetil KoA bertambah banyak dan hal ini menyebabkan terbentuknya senyawa keton secara berlebih.

Biosintesis lemak
a.       Biosintesi asam lemak

Asam sitrat pada sitosol dengan bantuan ATP dan enzim ATP sitrat lyase akan diubah menjadi oxaloacetat, kemudian oxaloasetat dibantu dengan NADH dan enzim malate dehidrogenaase akan menjadi malat. Malat dengan bantuan NADP+ dan enzim NADP+ malate akan diubah menjadi piruvat. Piruvat pada sitosol tersebut akan dipindah menuju mitokondria. Piruvat pada mitokondria dengan banyuan CO2 dan enzim piruvat karboksilase akan diubah menjadi oxaloasetat. Oxaloasetat tersebut melalui siklus kreb akan diubah menjadi asam sitrat, asam sitrat pada mitokondria akan dapat masuk pada sitosol.

Atom karbon asam lemak diturunkan dari asetil KoA, maka pada perkiraan pertama tampaknya sintesis dari biomolekul lemak ini terjadi melalui reverse dari oksidasi-β yang mendegradasi asam lemak menjadi asetil KoA. Namun, sementara oksidasi-β bertempat di dalam mitokondria, sintesis asam lemak terjadi dalam membran reticulum endoplasmik dan dikatalisis melalui set aktivitas enzimatik yang berbeda. Dengan demikian metabolisme asam lemak merupakan contoh yang dilaporkan dengan baik mengenai proses enzimatik bebas dan khas yang lazim berkaitan dengan sintesis dan katabolisme dari suatu senyawa biologi atau kelas biomolekul tertentu.

Transport Asetil KoA ke dalam Sitosol
Untuk produksi asam lemak, asetil KoA pertama kali harus diangkut melintasi membrane organela ke dalam sitosol. Karena asetil KoA sendiri tidak dapat melintasi membrane, maka transfer ini mengendalikan pada transport campuran asetil sebagai sitrat (dihasilkan dari asetil KoA dan oksaloasetat). Setelah sitrat ditransfer melalui system transport trikarboksilat dari mitokondria ke dalam sitosol, maka sitrat mengalami pembelahan oleh Liase ATP-sitrat untuk menghasilkan asetil KoA dengan reaksi berikut ini:
Sitrat + KoA + ATP               asetil KoA + Oksaloasetat + ADP + Pi
Walaupun karnitin telah dikaitkan sebagai suatu karier dari gugusan asetil, demikian pula asam lemak, melintasi membrane mitokondria, bukti terakhir mendukung pendapat bahwa sitrat merupakan sumber utama dari asetil KoA sitosolik dan bukan asetilkarnitin.

Pembentukan Malonil KoA setil KoA

Asetil KoA dibantu dengan enzim asetil KoA karboksilase akan menghasilkan Malonil KoA. Asetil KoA dibantu dengan ACP dan enzim asetil translase akan menghasilkan Asetil ACP. Malonil KoA hasil pembentukan dari Asetil KoA yang dibantu dengan enzim asetil KoA karboksilase, dengan bantuan enzim malonil transasilase akan membentuk Malonil ACP.

Pengaturan Biosintesis Asam Lemak

Reaksi yang membatasi kecepatan dalam lintasan lipogenik terletak pada tahap asetil-KoA karboksilase.  Asetil-KoA karboksilase merupakan enzim alosterik dan diaktifkan oleh senyawa sitrat, yang konsentrasinya meningkat dalam keadaan kenyang serta merupakan indikator untuk menunjukkan pasokan asetil-KoA yang berlebihan. Enzim tersebut dihambat oleh molekul asil-KoA rantai panjang yang menjadi contoh inhibisi umpan balik.  Bila asil-KoA bertumpuk karena tidak cepat teresterifikasi, maka senyawa tersebut secara otomatis akan mengurangi sintesis asam lemak yang baru. Demikian pula, jika asil-KoA menumpuk sebagai akibat meningkatnya lipolisis atau aliran masuk asam lemak bebas ke dalam jaringan, keadaan ini juga akan menghambat sintesis asam lemak yang baru. Jika sel tidak membutuhkan bahan bakar lagi, asam sitrat akan segera mengaktivasi enzim tersebut untuk segera mengubah asetil KoA menjadi malonil KoA

b.      Biosintesis triasilgliserol
Rumus kimia trigliserida adalah CH2COOR-CHCOOR'-CH2-COOR", dimana R, R' dan R" masing-masing adalah sebuah rantai alkil yang panjang. Ketiga asam lemak RCOOH, R'COOH and R"COOH bisa jadi semuanya sama, semuanya berbeda ataupun hanya dua diantaranya yang sama. Panjang rantai asam lemak pada trigliserida yang terdapat secara alami dapat bervariasi, namun panjang yang paling umum adalah 16, 18, atau 20 atom karbon.
Biosintesis trigliserida secara singkat terlebih dahulu asam lemak diaktifkan menjadil asil-KoA oleh enzim asil-KoA sintase, memerlukan ATP dan KoA. Dua molekul asil-KoA dengan gliserol 3-fosfat yang dikatalisis enzim gliserol 3 fosfat asiltransferase kemudian enzim 1-asilgliserol-3-fosfatasiltransferase akan membentuk trigliserida.

Adapun tahapan reaksi bisosintesis trigliserida, sebagai berikut :
1.        Pembentukan gliserofosfat, baik dari gliserol (reaksi 1) maupun dari dihidroksi aseton fosfat (reaksi 2).
Reaksi 1 : Berlangsing dalam hati dan ginjal
Reaksi 2 : berlangsung dalam mukus usus serta dalam jaringan adiposa
2.        Gliserofosfat yang telah terbentuk bereaksi dengan 2 mol asil koenzim A membentuk suatu asam fosfatidat (reaksi 3)
3.        Reaksi hidrolisis asam fosfotidat ini dengan fosfatase sebagai katalis dan menghasilkan suatu 1,2-digliserida (reaksi 4)
4.        Asilasi terhadap 1,2-digliserida merupakan reaksi pada tahap akhir karena molekul asil koenzim A akan terikat pada atom C nomor 3, sehingga terbentuk trigliserida

Tentang Rotenon



Rotenon


a.       Struktur

Rotenon diperoleh dari akar tuba,  rotenon juga diketemukan pada tumbuhan Hoary Pea, Goat’s Rue, Jicama plant (Tephrosia virginiana), Corkwood Tree (Duboisia myoporoides), Great Mullein (Verbascum thapsus), dan biji bengkuang, (Jícama, hee-kah-mah, Mexican Potato, Mexican Turnip, Pachyrhizus erosus) dengan cara ekstraksi. Kandungan rotenon pada akar tuba paling tinggi dibanding dengan tumbuhan-tumbuhan tersebut. Rotenoid ini mempunyai rumus molekul C23H22O6. Kristal rotenon mencair pada 163oC dan bersifat tidak larut dalam air, tetapi larut dalam aseton, alkohol, kloroform, karbon tetraklorida, eter dan banyak pelarut organik lain. Rotenon digunakan dalam bentuk debu dan kabut. Jika terbuka terhadap cahaya dan udara mengalami perubahan warna kuning terang menjadi kuning pekat, orange dan terakhir menjadi hijau tua dan akan diperoleh kristal yang mengandung racun serangga (WHO, 1992). Larutan rotenon dalam pelarut organik tidak berwarna.




Gambar
 
 







b.      Komposisi

Ahli-ahli kimia melakukan rangkaian penelitian untuk melihat senyawa-senyawa yang terkandung di dalam ekstrak akar tuba yang mengandung racun sehingga diketahui bahwa komposisi senyawa-senyawa kimia yang terkandung pada ekstrak akar tuba, yaitu: rotenone, dehydrorotenone, dequelin dan elliptone WHO, 1992). Harborne (1987) mengidentifikasi bahwa senyawa rotenone adalah senyawa flavanoida yang bersifat racun.
Rotenon merupakan senyawa yang dihasilkan dari ekstrak tanaman seperti dari akar tuba, biji bengkoang dan tanaman lain. Cara pembuatannya adalah akar tuba yang telah dikeringkan di udara ditumbuk dan kemudian diekstraksi dengan kloroform dingin sebanyak tiga kali, ekstrak ini digabungkan dan dipekatkan di bawah penurunan tekanan. Ekstrak pekat ditambahkan eter, akan terbentuk endapan yang berupa gel yang dapat dipisahkan dari filtratnya. Endapan yang diperoleh ini selanjutnya dicuci berulang-ulang hingga diperoleh endapan yang bebas dari senyawa pengotor lainnya. Hasil kristalisasi ini diperoleh kristal berbentuk lempengan hexagonal yang mempunyai titik lebur 163-1640C dan berwarna putih mengkilap (Sitepu, 1995).

c.       Alasan Mengapa Di Masukkan Sebagai Senyawa Yang Bisa Digunakan Sebagai Pestisida Alami
Senyawa yang telah ditemukan dalam akar tuba antara lain adalah retenon. Retenon dapat diekstrak menggunakan eter/aseton menghasilkan 2-4 % resin rotenone, dibuat menjadi konsentrat air. Rotenon bekerja sebagai racun sel yang sangat kuat (insektisida) dan sebagai antifeedant yang menyebabkan serangga berhenti makan. Kematian serangga terjadi beberapa jam sampai beberapa hari setelah terkenal rotenone. Rotenon merupakan racun penghambat metabolisme dan sistem syaraf yang bekerja perlahan. Serangga hama yang teracuni akan mati karena kelaparan yang disebabkan oleh kelumpuhan alat – alat mulut. Rotenon merupakan insektisida penghambat metabolisme. Aktivitas kerja rotenon sebagai inhibitor kuat pada oksidasi asam glutamat. Pada otot yang teracuni rotenon menunjukkan penurunan kemampuan dalam mensintesis ATP melalui fosforilasi oksidatif. Koenzim Q dan NAD+ berperan penting dalam pertukaran elektron pada reaksi fosforilasi oksidatif. Penghambatan rotenon terjadi pada titik oksidasi ganda NADH2 dan flavoprotein.
Penghambatan ini terjadi pada substrat yang dioksidasi melalui sistem NAD seperti glutamat, α-ketoglutarat dan piruvat tapi tidak terjadi penghambatan pada oksidasi suksinat (Hadi, 1981,dan Kerkut dan Gilbert, 1985). Rotenon dapat digunakan sebagai moluskisida (untuk moluska), insektisida (untuk serangga) dan akarisida (tungau).
Rotenon bekerja sebagai penghambat transport elektron pada respirasi serangga sasaran. Bersifat non-sistemik, racun lambung dan racun kontak.
1.      Insektisida non sistemik tidak dapat diserap oleh jaringan tanaman, tetapi hanya menempel pada bagian luar tanaman. Lamanya residu insektisida yang menempel pada permukaan tanaman tergantung jenis bahan aktif (berhubungan dengan presistensinya), teknologi bahan dan aplikasi. Serangga akan mati apabila memakan bagian tanaman yang permukaannya terkena insektisida. Residu insektisida pada permukaan tanaman akan mudah tercuci oleh hujan dan siraman, oleh karena itu dalam aplikasinya harus memperhatikan cuaca dan jadwal penyiraman.
2.      Racun lambung atau perut adalah insektisida yang membunuh serangga sasaran dengan cara masuk ke pencernaan melalui makanan yang mereka makan. Insektisida akan masuk ke organ pencernaan serangga dan diserap oleh dinding usus kemudian ditranslokasikan ke tempat sasaran yang mematikan sesuai dengan jenis bahan aktif insektisida. Misalkan menuju ke pusat syaraf serangga, menuju ke organ-organ respirasi, meracuni sel-sel lambung dan sebagainya. Oleh karena itu, serangga harus memakan tanaman yang sudah disemprot insektisida yang mengandung residu dalam jumlah yang cukup untuk membunuh.
3.      Racun Kontak. Racun kontak adalah insektisida yang masuk kedalam tubuh serangga melalui kulit, celah/lubang alami pada tubuh (trachea) atau langsung mengenai mulut si serangga. Serangga akan mati apabila bersinggungan langsung (kontak) dengan insektisida tersebut. Kebanyakan racun kontak juga berperan sebagai racun perut.
d.      Kelegalan

Syarat untuk aplikasi rotenon :
·         Sebaiknya konsentrasi efektif cukup rendah yaitu ≤ 0,5 % untuk ekstrak dg pelarut organik atau  ≤ 5-10% untuk ekstrak air
·         Tidak fitotoksik (merusak tanaman)
·         Aman thd musuh alami hama & organisme bukan sasaran lainnya
·         Tumbuhan sumber insektisida nabati mudah didapatkan/ dibudidayakan utk kesinambungan
·         Untuk produksi komersial, mutu harus terjamin

            Kelegalan mengenai bahan pestisida alam terdapat pada PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 64/Permentan/OT.140/5/2013 TENTANG  SISTEM PERTANIAN ORGANIK.

e.       Dampak
Dampak positif penggunaan rotenon sudah jelas sebagai insektisida alami, yaitu dapat meracuni serangga dengan sifat racun perut yang meracuni ke organ- Serangga akan mati apabila bersinggungan langsung (kontak) dengan insektisida tersebut. organ respirasi, meracuni sel-sel lambung dan sebagainya. Dan juga sebagai racun kontak yang membunuh serangga dengan masuk kedalam tubuh serangga melalui kulit, celah/lubang alami pada tubuh (trachea) atau langsung mengenai mulut si serangga. Hama sasaran dari rotenon adalah Aphis, Ulat grayak (Spodoptera litura), ulat jengkal kobis (Trichoplusia ni), ulat kobis (Crocidolomia binotalis), ngengat punggung berlian (Plutella xylostella), lalat buah, kutu sisik hijau (Coccus viridis), wereng mangga (Idiocerus niveosparus, I. atkinsoni, I. clypealis), lalat buah laut tengah (Ceratitis capitata), Kepik hijau (Nezara viridula), Thrips (Thrips tabaci).
Sedangkan dampak negatif dari penggunaan rotenon adalah menyebabkan kulit menjadi ruam bintil-bintil merah. Bila semprotan rotenon terhisap pernafasan dalam waktu lama menimbulkan kaku bibir, lidah, dan kerongkongan. Untuk mamalia akan keracunan bila termakan dan tidak berefek pada kulit. Rotenone tergolong sangat beracun karena nilai LD50 (Nilai  LD50  adalah suatu dosis insektisida yang diperlukan untuk membunuh 50% dari individu-individu spesies binatang uji dalam kondisi percobaan yang telah ditetapkan ) pada mamalia = 10-30 mg/kg (Tarumingkeng, 2004) akan tetapi rotenone relatif aman bagi kesehatan manusia (Kardinan, 2001). Hal ini berarti bahwa rotenone memiliki efek racun yang berbeda terhadap manusia dan jenis mamalia lainnya. Tuba beracun pada ikan. Tuba tidak beracun bagi lebah.